Beberapa tahun yang silam, ada seorang ibu yang minta tolong dicarikan calon suami untuk putrinya. Ibu yang taat beribadah ini tidak memberi syarat yang muluk-muluk. Yang penting calon ini seorang muadzin!
Namun beruntunglah sang ibu itu. Karena permintaan itu ditujukan kepada penghuni kos-kosannya yang kebetulan mahasiswa aktivis dakwah di sebuah kampus PTN terkenal, maka yang dijaring tentu saja para muadzin yang juga mahasiswa atau alumni kampus tersebut. Jadilah akhirnya menantunya tidak cuma muadzin, tetapi juga seorang sarjana berprestasi, yang kebetulan sudah punya pekerjaan sehingga siap menikah.
Apa yang dilakukan sang ibu itu mungkin hal yang langka pada zaman sekarang. Karena masyarakat sudah sangat kapitalistik, maka syarat yang diberikan ketika mencari pasangan atau menantu juga sangat berbau materi: punya pekerjaan (diutamakan PNS atau pegawai BUMN), bahkan sudah punya rumah dan kendaraan. Tampang nomor dua. Keshalihan nomor 20 ...
Pada masa keemasan peradaban Islam, muadzin adalah calon menantu idaman. Andai saat itu sudah ada lagunya, bunyinya akan begini, "Kalau ibu - pilih menantu - pilihlah dia - sang muadzinku -Dia idaman - pujaan hatiku - juru panggil jamaah shalat di kotaku ..."
Kenapa?
Pertama, seorang muadzin, dan ini yang dimaksud adalah muadzin tetap, bukan muadzin sporadis, tentu saja dapat diasumsikan seorang yang shalih, karena dia pasti rajin shalat berjamaah dan akhlaknya tidak cacat di kaumnya. Karena tentu saja aneh dan bakal dipersoalkan umat, kalau habis adzan malah tidak ikut shalat berjamaah, atau kadang-kadang bermaksiat.
Kedua, seorang muadzin, lebih diutamakan yang suaranya merdu. Umat akan kecewa bila
suara muadzinnya kurang enak didengar. Kalau suaranya merdu, insya Allah, dalam kondisi marahpun, tetap merdu ...
Ketiga, pada masa itu, ketika tv, radio, jam dan jadwal sholat abadi belum ada, setiap muadzin harus mengetahui waktu-waktu shalat dengan melihat langit. Dia harus menguasai dasar-dasar ilmu falak. Karena itu, seorang muadzin pastilah lulus suatu training astronomi dasar. Jadi dia pastilah orang yang cukup cerdas.
Keempat, pada masa itu jihad fi sabilillah masih banyak dilakukan. Jihad ke tengah lautan atau padang pasir, membutuhkan navigator yang baik, dan saat itu, ketika GPS belum ada dan kompas juga masih langka, astronomi menjadi andalan. Dan siapa lagi yang punya bekal dasar astronomi, kecuali muadzin?
Maka banyak muadzin direkrut menjadi navigator armada jihad. Jadilah muadzin ini veteran-veteran jihad. Jadi seorang muadzin itu pastilah seorang pemberani.
Tak heran banyak gadis Muslimah yang mengidolakan sosok lelaki yang shalih, bersuara merdu, cerdas dan pemberani, seperti ibu mereka mengidolakan calon menantu seperti itu, dan itu adalah muadzin!